Bangun Ruang Sisi Lengkung (Pertemuan V)


0 comments:

Bangun Ruang Sisi Lengkung (Pertemuan IV)



0 comments:

Bangun Ruang Sisi Lengkung (Pertemuan III)








0 comments:

Bangun Ruang Sisi Lengkung (Pertemuan II)



0 comments:

Sempatkan Aku

Semalam Mamah bilang kalau Pa Umis (kakekku) kembali masuk rumah sakit. Rasanya lemas sekali, sedih sekali, entah apa yang sedang dirasakan kakekku saat ini, terbaring tak berdaya mungkin.
Teringat saat beberapa bulan ke belakang beliau merintih di kasur ruangan kelas 3--saat itu hanya tersisa ruangan itu saja--menahan selang yang ia bilang menjepit saluran pencernaannya. Dokter bilang ia terkena infeksi saluran pencernaan. Sungguh tak tega melihatnya, terlebih melihat kondisi psikologisnya. Dia jauh dari seorang lelaki dewasa yang dulu kukenal, yang dulu masih bisa menemaniku memancing di kolam belakang rumahnya, yang dulu masih bisa memanjat pohon kelapa agar aku bisa menikmati dewegan buatannya di kala buka puasa. Sungguh semuanya terasa jauh sekali tertinggal di belakang, kini hanya sebuah kenangan yang berharga.

Mungkin setahun yang lalu, tiba-tiba saja telapak tangan kirinya tak bisa merentang dengan sempurna, sedikit mengepal. "Tidak sakit", katanya, tapi pengobatan apapun tetap dilakukan untuk mengantisipasi hal yang tak diinginkan nantinya. Hari berganti hari, tangannya mengepal sempurna, tak dapat lagi membuka. Kini "sakit", katanya. Jalannya mulai perlahan. Aku tak tahu dokter bilang apa tentang penyakitnya, yang aku tahu penyakitnya itu juga menggerogoti psikisnya. Tubuh tegap kakekku itu mulai terlihat rintih, tatapannya--entahlah--seperti tak berharap banyak untuk waktunya, kata-katanya pun terkadang bukan sesuatu yang ingin aku dengar, selalu berpesan, seolah esok aku tak dapat menemuinya.

Lima bulan yang lalu Amangku mengabari dari kampung. "Teh pulang da Bapa tos ripuh", ucap Amang kepada Mamah di telepon. Tanpa pikir panjang, saat itu juga kami sekeluarga pergi ke Ciamis. Cemas dan gelisah menyertai perjalanan mudik kali ini. Untaian doa terus kupanjatkan. "Ya Allah tolonglah berikan aku waktu untuk membanggakannya, berikan aku waktu untuk membalas jasanya. Aku akan menjadi lebih baik, takan kubuang waktuku lagi, takan kusia-siakan lagi. Ya Allah, tolonglah ini permintaanku, kesungguhanku".


Aku tak sanggup membayangkan akhir apa yang akan terjadi. Saat tiba di rumahnya, kulihat orang-orang sudah mengelilingi kakekku sambil melantunkan ayat suci Al-Quran. Apa ini, aku tak suka melihatnya. Kakekku masih baik-baik saja. Kakekku masih bersamaku. Untuk apa orang-orang di sini.
Mamahku meringkuk di samping kakek sambil memeluknya. Sejenak kakek tak mengenali putri satu-satunya itu. Mamah pun menangis sambil mengusap kepalanya, "Ieu Titin ,Pak", ucapnya. Kakeku pun menangis, "Nyi, hampura Bapa Nyi," ucap Kakekku dengan raut penyesalan dan tangisan tak berdaya, ia hanya bisa menatap ke atas, sesekali bola matanya nanar menatap Mamah, yang diucapkanya hanya permintaan maaf. Saat Papah berada disampingnya, tangis kakekku semakin menjadi, ia bahkan tak bisa berkata lagi selain menangis. Penyesalan mendalam terlihat jelas dirautnya. Saat itu aku tak kuasa menahan tangis, begitu juga Emih (nenekku), Mamah, dan semua orang yang ada di ruangan itu teringat akan kisah yang terjadi diantara Papah dan kakekku.

Saat aku meringkuk di samping kakekku, ia masih belum mengingat siapa aku, tatapannya hanya melihat ke atas. Mamah membantu mengingatkan. Kakekku pun kembali menangis sambil melihatku. Yang diucapkannya hanya permintaan maaf, terus menatapku dalam-dalam. Sungguh ini bukan kakekku yang dulu kukenal. Kakekku tak pernah terlihat tak berdaya seperti ini. Aku hanya bisa menangis dan mengadu kepada-Nya. "Ya Allah, orang di depanku ini dulu pernah berkata ingin mengantarku menjadi sarjana, ingin melihatku menikah dan bahagia. Izinkan ia melakukannya. Aku janji setahun lagi keinginan pertamanya bisa terpenuhi, jadi kumohon jangan sekarang waktunya," ucapku dalam tangis--karena hanya tangis kini yang bisa bibir ini ucapkan. 

Sungguh jika belum sempat kupenuhi keinginannya, tak tahu demi apa lagi aku kuliah selama ini. Dan sungguh aku sangat menyesal karena sempatku lengah dan menyiakan waktuku hingga tak bisa kusembahkan yang terbaik untuknya. Sungguh apabila Allah menyempatkan semuanya, aku akan berusaha lebih keras lagi menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Hari ini Mamah dan Papah pergi ke Ciamis melihat kondisi kakek yang kembali masuk rumah sakit. Aku hanya bisa menitipkan doaku padaMu, ya Allah. Hanya berharap yang terbaik dariMu, ya Allah.


0 comments:

Copyright © 2013 Free your mind ! and Blogger Templates - Anime OST.