Sempatkan Aku
Semalam Mamah bilang kalau Pa Umis (kakekku) kembali masuk rumah
sakit. Rasanya lemas sekali, sedih sekali, entah apa yang sedang dirasakan
kakekku saat ini, terbaring tak berdaya mungkin.
Teringat saat beberapa bulan ke belakang
beliau merintih di kasur ruangan kelas 3--saat itu hanya tersisa ruangan itu
saja--menahan selang yang ia bilang menjepit saluran pencernaannya. Dokter
bilang ia terkena infeksi saluran pencernaan. Sungguh tak tega melihatnya,
terlebih melihat kondisi psikologisnya. Dia jauh dari seorang lelaki dewasa
yang dulu kukenal, yang dulu masih bisa menemaniku memancing di kolam belakang
rumahnya, yang dulu masih bisa memanjat pohon kelapa agar aku bisa menikmati dewegan buatannya di kala
buka puasa. Sungguh semuanya terasa jauh sekali tertinggal di belakang, kini
hanya sebuah kenangan yang berharga.
Mungkin setahun yang lalu, tiba-tiba saja
telapak tangan kirinya tak bisa merentang dengan sempurna, sedikit mengepal.
"Tidak sakit", katanya, tapi pengobatan apapun tetap dilakukan untuk
mengantisipasi hal yang tak diinginkan nantinya. Hari berganti hari, tangannya
mengepal sempurna, tak dapat lagi membuka. Kini "sakit", katanya.
Jalannya mulai perlahan. Aku tak tahu dokter bilang apa tentang penyakitnya,
yang aku tahu penyakitnya itu juga menggerogoti psikisnya. Tubuh tegap kakekku
itu mulai terlihat rintih, tatapannya--entahlah--seperti tak berharap banyak
untuk waktunya, kata-katanya pun terkadang bukan sesuatu yang ingin aku dengar,
selalu berpesan, seolah esok aku tak dapat menemuinya.
Lima bulan yang lalu Amangku mengabari dari kampung.
"Teh pulang da Bapa tos ripuh", ucap Amang kepada Mamah di telepon. Tanpa pikir
panjang, saat itu juga kami sekeluarga pergi ke Ciamis. Cemas dan gelisah
menyertai perjalanan mudik kali ini. Untaian doa terus
kupanjatkan. "Ya Allah tolonglah berikan aku waktu untuk membanggakannya,
berikan aku waktu untuk membalas jasanya. Aku akan menjadi lebih baik, takan
kubuang waktuku lagi, takan kusia-siakan lagi. Ya Allah, tolonglah ini
permintaanku, kesungguhanku".
Aku tak sanggup membayangkan akhir apa
yang akan terjadi. Saat tiba di rumahnya, kulihat orang-orang sudah
mengelilingi kakekku sambil melantunkan ayat suci Al-Quran. Apa ini, aku tak
suka melihatnya. Kakekku masih baik-baik saja. Kakekku masih bersamaku. Untuk
apa orang-orang di sini.
Mamahku meringkuk di samping kakek sambil memeluknya. Sejenak kakek tak
mengenali putri satu-satunya itu. Mamah pun menangis sambil mengusap kepalanya,
"Ieu Titin ,Pak", ucapnya.
Kakeku pun menangis, "Nyi, hampura Bapa Nyi," ucap
Kakekku dengan raut penyesalan dan tangisan tak berdaya, ia hanya bisa menatap
ke atas, sesekali bola matanya nanar menatap Mamah, yang diucapkanya hanya
permintaan maaf. Saat Papah berada disampingnya, tangis kakekku semakin
menjadi, ia bahkan tak bisa berkata lagi selain menangis. Penyesalan mendalam
terlihat jelas dirautnya. Saat itu aku tak kuasa menahan tangis, begitu juga Emih (nenekku), Mamah, dan semua orang
yang ada di ruangan itu teringat akan kisah yang terjadi diantara Papah dan
kakekku.
Saat aku meringkuk di samping kakekku, ia masih belum mengingat siapa aku,
tatapannya hanya melihat ke atas. Mamah membantu mengingatkan. Kakekku pun
kembali menangis sambil melihatku. Yang diucapkannya hanya permintaan maaf,
terus menatapku dalam-dalam. Sungguh ini bukan kakekku yang dulu kukenal.
Kakekku tak pernah terlihat tak berdaya seperti ini. Aku hanya bisa menangis
dan mengadu kepada-Nya. "Ya Allah, orang di depanku ini dulu pernah
berkata ingin mengantarku menjadi sarjana, ingin melihatku menikah dan bahagia.
Izinkan ia melakukannya. Aku janji setahun lagi keinginan pertamanya bisa
terpenuhi, jadi kumohon jangan sekarang waktunya," ucapku dalam
tangis--karena hanya tangis kini yang bisa bibir ini ucapkan.
Sungguh jika belum sempat kupenuhi
keinginannya, tak tahu demi apa lagi aku kuliah selama ini. Dan sungguh aku
sangat menyesal karena sempatku lengah dan menyiakan waktuku hingga tak bisa
kusembahkan yang terbaik untuknya. Sungguh apabila Allah menyempatkan semuanya,
aku akan berusaha lebih keras lagi menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Hari
ini Mamah dan Papah pergi ke Ciamis melihat kondisi kakek yang kembali masuk
rumah sakit. Aku hanya bisa menitipkan doaku padaMu, ya Allah. Hanya berharap
yang terbaik dariMu, ya Allah.
0 comments: