Diklat Jurnalistik ala Kemenkominfo REMA UPI
Sabtu, 7/7, Pukul 07.30,
Acara Diklat Jurnalistik yang diusung oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi
ini dimulai. Acara diawali dengan sambutan dari Presiden REMA UPI, Kang Hamdan
dan Ketua Pelaksana acara. Dalam sambutannya, Kang Hamdan menegaskan bahwa
pentingnya membawa tradisi menulis literasi yang saat ini mulai dilupakan
mahasiswa. Ia juga berujar bahwa UPI sebagai bagian dari instansi pemerintah
sepatutnya berkontribusi terhadap bangsa, khususnya masyarakat. "Mahasiswa
haruslah menjadi barometer pemerintah", ucapnya saat mengutarakan betapa
penting bagi mahasiswa untuk mengeluarkan idealismenya kepada khalayak. Maka
dari itu sudah sewajarnyalah mahasiswa mempunyai jiwa jurnalistik yang tinggi
dalam menanggapi segala peristiwa yang terjadi di sekitarnya.
Jurnalistik sebenarnya
mempunyai makna yang sederhana, yaitu seni menulis catatan harian. Kang Yudha
P.Sunandar, kontributor rubrik "Gadget" HU Pikiran Rakyat sebagai
pemateri pertama dalam acara tersebut menyampaikan beberapa aspek penting dalam
jurnalistik, diantaranya adalah fungsi jurnalistik. Jurnalistik berfungsi
sebagai the voice the voiceless, ia harus bisa menjadi suara bagi masyarakat
kecil. Educate the public, ia mendidik masyarakat agar lebih baik dan
hendaknya memberikan pandangan yang positif dalam menyikapi peristiwa-peristiwa
yang terjadi. Fungsi jurnalistik yang terakhir adalah serve the public, pers haruslah bisa melayani apa yang diinginkan
masyarakat dengan mengesampingkan kepentingan-kepentingan lain di luar
kepentingan masyarakat. "Masyarakat kita sekarang ini butuh sebuah inspirative jounalism, jurnalistik yang bisa membuat objek sasarannya
termotivasi untuk maju", tutur Kang Yudha dalam akhir presentasinya.
Karya jurnalistik tidak
serta-merta datang begitu saja, namun melalui proses yang cukup panjang untuk
menghasilkan sebuah karya yang baik. Adi Marsiela, wartawan Suara
Pembaruan, menyampaikan tiga poin penting dalam mengangkat suatu berita yaitu,
penting, menarik, dan relevan. Berita yang penting itu tidak dilihat dari seheboh
apa kasusnya diperbincangkan, tapi seberapa besar dampaknya bagi khalayak jika
kita mengangkatnya ke publik. Faktor menarik di sini bukan semata-mata
dilihat dari topik beritanya saja, tapi cara penyampaiannya pun mempengaruhi.
"Misalnya berita yang diangkat adalah masalah pemulung di TPA Gedebage,
tentukanlah dulu sudut pandang yang mau kita angkat. Apakah itu dari sisi ekonomi, kesehatan atau
politik. Dari situ nantinya materi berita yang kita sampaikan akan terfokus dan
lebih mudah tersampaikan. Maka dari itu setialah pada angle", ucap Kang Adi Marsiela. Hal terakhir adalah relevan,
sebuah berita harus mempunyai kedekatan secara fisik maupun emosional dengan
pembacanya. Ketiga hal tersebut tidak bisa terpisahkan, "Sebuah berita menarik tapi gak penting, sia-sia. Sebuah berita menarik dan penting, tapi kalo gak relevan, percuma", ucapnya.
Masalah redaksi mungkin
hal yang paling sering dijumpai dalam dunia jurnalistik. Sebuah formula khusus
sebenarnya sudah menjadi patokan yang wajib diketahui oleh seorang jurnalis,
yaitu 5W+1H (what, where, when, who, why dan how). Namun tetap
saja seorang pemula atau citizen journalist mengalami kesulitan dalam menuangkan
materi beritanya ke dalam sebuah narasi. Kang Irfan Habibie Martanegara,
redaktur senior salmanitb.com, menawarkan dua tahapan penyusunan berita untuk
solusi permasalahan tersebut, yaitu tahap free writing dan editing. Tahap free writing, di sini seorang jurnalis bisa menuliskan apapun mengenai
informasi-informasi yang dia dapat di lapangan secara bebas ke dalam
paragraf-paragraf, tidak memperhatikan apakah itu bagian pembuka, isi atau
penutup sebuah berita. Barulah pada tahap editing segala aspek
penyusunan berita diperhatikan, mulai dari 5W+1H, tata bahasa,
kekonsistenan topik sampai pilihan kata.
Jurnalistik tidak
sekedar menyampaikan informasi, tapi dilengkapi juga dengan estetika untuk
mendukung penyampaiannya. Misalnya dalam sebuah majalah, penyusunan lay-out sangat penting agar memudahkan pembaca dalam menyerap informasi
yang disampaikan. "Lay-out design itu mengatur kemana saja
arah mata pembaca", ucap Rustan Surianto, dosen dan penulis majalah desain
grafis di akhir sesi materi diklat.
Sesuai namanya, diklat
jurnalistik ini tidak hanya menyuguhkan materi jurnalistik tapi juga training. Peserta diklat diminta mempraktekan aktivitas jurnalistik
secara nyata dengan bekal yang sudah diberikan para pemateri sebelumnya. Sebuah
simulasi pun dibuat, panitia menyuguhkan tema pilihan kasus yang beragam untuk
diangkat peserta menjadi sebuah berita. Mulai dari korupsi pengadaan Al-Quran
yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan, pengesahan RUU PT yang sedang menjadi
fokus REMA saat ini, sampai kasus kriminal yang sengaja dibuat intermezo untuk
mengasah insting jurnalistik para peserta yang dibagi ke dalam tiga
kelas yaitu reporter, redaksi, dan artistik. Acara kemudian dilanjutkan dengan
evaluasi karya jurnalistik peserta oleh Kang Irfan Habibie Martanegara.
Di akhir acara, Ketua
Kementerian Kominfo REMA UPI menyampaikan informasi mengenai Jaringan Pers
Ormawa (JAPERO). UPI sebagai LPTK terbesar yang ada di Indonesia
dengan 7 fakultas di dalamnya serta lebih dari 200 HMJ dan UKM ini sangat
memerlukan prasarana informasi global untuk mengakses dan mengakomodir seluruh
informasi yang ada di universitas. Maka dari itu diklat jurnalistik sebagai
bagian dari rangkaian acara rekruitmen JAPERO ini diharapkan bisa menghasilkan
jurnalis-jurnalis handal yang bisa berkontribusi untuk universitas maupun
masyarakat.
Subscribe to:
Posts (Atom)
0 comments: